Wednesday 3 August 2016

Adab Berbicara Mendengar dan Berdebat dalam Islam


Adab Berbicara, Mendengar, dan Berdebat dalam Islam Menurut Sabda Nabi

Mendengar dan berbicara bahkan berdebat merupakan media komunikasi. Ada saatnya kita harus berbicara dan ada saatnya kita harus mendengar. Allah swt. menciptakan umat manusia dengan dua telinga dan satu mulut agar mereka lebih banyak mendengar daripada berbicara. Berbicaralah sedikit saja tetapi mengena, berkualitas, dan bermakna, daripada berbicara panjang lebar tetapi tidak ada manfaatnya.

ADAB BERBICARA :

1. S
emua pembicaraan harus kebaikan.
Terdapat pada al- qur’an :
لَا خَيْرَ فِي كَثِيرٍ مِنْ نَجْوَاهُمْ إِلَّا مَنْ أَمَرَ بِصَدَقَةٍ أَوْ مَعْرُوفٍ أَوْ إِصْلَاحٍ بَيْنَ النَّاسِ ۚ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيهِ أَجْرًا عَظِيمًا
Artinya : tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma´ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. (QS an- nisa’ 4 :114),
dlm hadits nabi SAW disebutkan:
“Barangsiapa yang beriman pada ALLAH & hari akhir maka hendaklah berkata baik atau lebih baik diam.” (HR Bukhari Muslim)

2. Berbicara harus jelas & benar, sebagaimana dlm hadits Aisyah ra:

“Bahwasanya perkataan rasulullah  SAW itu selalu jelas sehingga bias difahami oleh semua yang mendengar.” (HR Abu Daud)

3. Seimbang & menjauhi bertele-tele, berdasarkan sabda nabi SAW:

“Sesungguhnya orang yang paling aku benci & paling jauh dariku nanti di hari Kiamat ialah orang yang banyak omong & berlagak dlm berbicara.” Maka dikatakan: Wahai rasuluLLAH kami telah mengetahui arti ats-tsartsarun & mutasyaddiqun, lalu apa makna al-mutafayhiqun? Maka jawab nabi SAW: “Orang2 yang sombong.” (HR Tirmidzi & dihasankannya)

4. Menghindari banyak berbicara, karena kuatir membosankan yang mendengar, sebagaimana dlm hadits yang diriwayatkan oleh Abu Wa’il:

Ibnu Mas’ud ra senantiasa mengajari kami setiap hari Kamis, maka berkata seorang lelaki: Wahai abu Abdurrahman  (gelar Ibnu Mas’ud)! Seandainya anda mau mengajari kami setiap hari? Maka jawab Ibnu Mas’ud : Sesungguhnya tak ada yang menghalangiku memenuhi keinginanmu, hanya aku kuatir membosankan kalian,

karena akupun pernah meminta yang demikian pada nabi SAW & beliau menjawab kuatir membosankan kami (HR Muttafaq ‘alaih)

5. Mengulangi kata-kata yang penting jika dibutuhkan,
dari Anas ra bahwa adalah nabi SAW jika berbicara maka beliau SAW mengulanginya 3 kali sehingga semua yang mendengarkannya menjadi faham, & apabila beliau SAW mendatangi rumah seseorang maka beliau SAW pun mengucapkan salam 3 kali. (HR Bukhari)

6. Menghindari mengucapkan yang bathil, berdasarkan hadits nabi SAW:

“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kata yang diridhai ALLAH SWT yang ia tak mengira yang akan mendapatkan demikian sehingga dicatat oleh ALLAH SWT keridhoan-NYA bagi orang tersebut sampai nanti hari Kiamat. Dan seorang lelaki mengucapkan satu kata yang dimurkai ALLAH SWT yang tak dikiranya akan demikian, maka ALLAH SWT mencatatnya yang demikian itu sampai hari Kiamat.” (HR Tirmidzi &ia berkata hadits hasan shahih; juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah)

7. Menjauhi perdebatan sengit, berdasarkan hadits nabi SAW:

“Tidaklah sesat suatu kaum setelah mendapatkan hidayah utk mereka, melainkan karena terlalu banyak berdebat.” (HR Ahmad & Tirmidzi)
Dan dlm hadits lain disebutkan sabda nabi SAW:

“Aku jamin rumah didasar surga bagi yang menghindari berdebat sekalipun ia benar, & aku jamin rumah ditengah surga bagi yang menghindari dusta walaupun dlm bercanda, & aku jamin rumah di puncak surga bagi yang baik akhlaqnya.” (HR Abu Daud)

8. Menjauhi kata-kata keji, mencela, melaknat, berdasarkan hadits nabi SAW:

“Bukanlah seorang mu’min jika suka mencela, mela’nat & berkata-kata keji.” (HR Tirmidzi dgn sanad shahih)

9. Menghindari banyak canda, berdasarkan hadits nabi SAW:

“Sesungguhnya seburuk-buruk orang disisi ALLAH SWT di hari Kiamat kelak ialah orang yang suka membuat manusia tertawa.” (HR Bukhari)

10. Menghindari menceritakan aib orang & saling memanggil dgn gelar yang buruk, berdasarkan
Terdapat dalam al-qur’an sebagai berikut :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُون

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, {karena} boleh jadi mereka {yang diperolok-olokkan} lebih baik dari mereka {yang mengolok-olok} dan jangan pula perempuan-perempuan {mengolok-olokkan} perempuan lain, {karena} boleh jadi perempuan {yang diperolok-olokkan}. Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk pangilan adalah {panggilan} yang buruk {fasik} setelah beriman. Dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al- Hujurat  49 : 11)

juga dlm hadits nabi SAW:

“Jika seorang menceritakan suatu hal padamu lalu ia pergi, maka ceritanya itu menjadi amanah bagimu utk menjaganya.” (HR Abu Daud & Tirmidzi &ia menghasankannya)

11. Menghindari dusta, berdasarkan hadits nabi SAW:

“Tanda-tanda munafik itu ada 3, jika ia bicara berdusta, jika ia berjanji mengingkari & jika
diberamanah ia khianat.” (HR Bukhari)

12. Menghindari ghibah & mengadu domba, berdasarkan hadits nabi SAW:

“Janganlah kalian saling mendengki, & janganlah kalian saling membenci, & janganlah kalian saling berkata-kata keji, & janganlah kalian saling menghindari, & janganlah kalian saling meng-ghibbah satu dgn yang lain, & jadilah hamba-hamba ALLAH yang bersaudara.” (HR Muttafaq ‘alaih)

13. Berhati-hati & adil dlm memuji, berdasarkan hadits nabi SAW dari AbduRRAHMAN bin abi Bakrah dari bapaknya berkata:

Ada seorang yang memuji orang lain di depan orang tersebut, maka kata nabi SAW: “Celaka kamu, kamu telah mencelakakan saudaramu! Kamu telah mencelakakan saudaramu!” (2 kali), lalu kata beliau SAW: “Jika ada seseorang ingin memuji orang lain di depannya maka katakanlah: Cukuplah si fulan, semoga ALLAH mencukupkannya, kami tak mensucikan seorangpun disisi ALLAH, lalu barulah katakan sesuai kenyataannya.” (HR Muttafaq ‘alaih & ini adalah lafzh Muslim)

Dan dari Mujahid dari Abu Ma’mar berkata: Berdiri seseorang memuji seorang pejabat di depan Miqdad bin Aswad secara berlebih-lebihan, maka Miqdad mengambil pasir & menaburkannya di wajah orang itu, lalu berkata: Nabi SAW memerintahkan kami utk menaburkan pasir di wajah orang yang gemar memuji. (HR Muslim)

ADAB MENDENGAR :
1. Diam & memperhatikan
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَذِكْرَىٰ لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ
Artinya : sungguh, pada yang demikian itu pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya (QS. Qaf  50 : 37)

2. Tidak memotong/memutus pembicaraan
3. Menghadapkan wajah pada pembicara & tak memalingkan wajah darinya sepanjang sesuai dgn syariat (bukan berbicara dgn lawan jenis)
4. Tidak menyela pembicaraan saudaranya walaupun ia sudah tahu, sepanjang bukan perkataan dosa.
5. Tidak merasa dlm hatinya bahwa ia lebih tahu dari yang berbicara

ADAB BERDEBAT :

1. Debat dilakukan dalam tataran ide yang sedang diperdebatkan

Debat dilakukan dengan menyerang dan menjatuhkan argumentasi-
argumentasi yang batil, lalu memberikan argumentasi-argumentasi yang
jitu dan benar, berdasarkan kajian hingga sampai pada suatu
kebenaran. Karena itu, seperti telah disebut, debat mengandung dua
sifat, yaitu merobohkan dan membangun; menjatuhkan dan menegakkan
argumentasi-argumentasi. Di antara teladan cara debat yang diajarkan
al-Quran adalah:

Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim
tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang
itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: “Tuhanku
ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” orang itu berkata: “Saya
dapat menghidupkan dan mematikan”. Ibrahim berkata: “Sesungguhnya
Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari
barat,” lalu heran terdiamlah orang kafir itu; (QS al-Baqarah [2]: 258)

2. Debat dilakukan dengan cara yang baik (ahsan) sebagaimana yang
diperintahkan Allah

Maksudnya dilakukan dengan menggunakan patokan yang sama, yaitu
al-Qur’an dan al-Hadits. Bukan berpatokan pada “pokok”nya, atau
“kata”nya, ataupun dengan akal pikiran. Kalaupun menggunakan akal,
maka haruslah dengan menggunakan pemikiran yang rasional, bukan
persangkaan ataupun filsafat.

“Barangsiapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah
berkata baik atau lebih baik diam” (HR. Bukhari Muslim)
“Amma ba’du: ‘sesungguhnya perkataan yang paling benar adalah
kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk, adalah petunjuk Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah)”

3. Menghindari berkata yang buruk, keji, mencaci atau memaki individu

Ketika berdebat, kita benar-benar harus mengingat bahwa yang kita
debat adalah ide yang disampaikan, bukan individu yang menyampaikan,
sehingga kita tidak boleh menyerang secara individual dan
menggunakan kata-kata yang tidak mencerminkan keimanan kepada
Allah. “Bukanlah seorang mukmin jika suka mencela, melaknat dan
berkata-kata keji” (HR. Tirmidzi)

4. Tidak mencari-cari perdebatan atau senang dengan perdebatan

Al-Qur’an telah menjadikan debat sebagai salah satu cara dalam
menyampaikan kebenaran Islam, tapi bukan berarti al-Qur’an
memerintahkan kita untuk senang dalam berdebat atau mencari-cari
perdebatan. Seorang mukmin seharusnya memahami bahwa perdebatan
adalah salah satu bagian dari dakwah dan jalan terakhir dalam dakwah,
bukan malah mengawali dakwah dengan perdebatan.

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan
hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-
orang yang sabar” (QS al-Anfaal [8]: 46)

5. Perhatikan siapa yang menjadi partner debat/diskusi

Pertama-tama kali yang harus diperhatikan adalah siapa partner debat
atau diskusi kita, karena partner debat/diskusi seharusnya seseorang
yang memang menginginkan dan mencari kebenaran, bukan hanya
menyenangi debat atau menjadikan debat untuk memperolok-olok
agama Islam.

“Tidak ada satu kaum yang tersesat setelah mendapat petunjuk,
melainkan karena mereka suka berdebat” Kemudian Rasulullah saw
membaca ayat: “Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu
melainkan dengan maksud membantah saja, sebenarnya mereka adalah
kaum yang suka bertengkar. [QS Az-Zukhruf [43]: 58]” (HR. Tirmidzi,
Ibnu Majah dan Ahmad)

Selain itu, tidak semua manusia yang diseru dengan ayat-ayat al-
Qur’an akan bertambah keimanannya, Allah memperingatkan bahwa ada
juga yang justru bertambah kekafirannya ketika dibacakan ayat-ayat
Allah. Maka ayat Allah tidak layak dibacakan untuk orang setipe ini.

Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka
dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya
(yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir (QS at-Taubah
[9]: 125)

Dan bila sudah kita pastikan bahwa partner diskusi kita adalah
termasuk orang munafik ataupun kafir yang memang bukan mencari
kebenaran dalam debat dan diskusi, maka segeralah meninggalkan
orang yang semacam ini lalu beristighfar pada Allah karena kita telah
melakukan hal yang tidak bermanfaat.

“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat
Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan
pembicaraan yang lain. Dan jika setan menjadikan kamu lupa (akan
larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang
lalim itu sesudah teringat (akan larangan itu)” (QS al-An’am [6]: 68)

“Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam
Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan
diperolok-olokkan, maka janganlah kamu duduk beserta mereka,
sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena
sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa
dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-
orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam” ( QS an-
Nisaa [4]: 140)

Maksud “duduk bersama/beserta” adalah berada dalam suatu forum,
sehingga seolah-olah dengan adanya kita disitu menjadi legitimasi
dalam proses memperolok ayat-ayat Allah.

Imam asy-Syafi’i sendiri berkata perihal berdebat dengan orang
semacam ini; “Aku tidak mendebat ahli kalam kecuali sekali. Dan
setelah itupun aku beristighfar kepada Allah dari hal itu”. Sedangkan
Imam Malik berkata; “Termasuk merendahkan dan meremehkan ilmu
jika seseorang membicarakan ilmu di hadapan orang yang tidak
mentaati ilmu itu”.Dan al-Auza’i juga menyampaikan; “Jika Allah
menginginkan kejelekan pada satu kaum, maka Allah akan membuka
atas mereka jidal, dan menghalangi mereka dari beramal.”

6. Perhatikan apa yang akan diperdebatkan/didiskusikan

Seorang mukmin tidak akan menceburkan dirinya dalam perkara-
perkara yang seharusnya tidak didiskusikan, dalam perkara yang tidak
bermanfaat, dan juga dalam perkara-perkara yang tidak akan
meningkatkan keimanan ketika mendebat/mendiskusikannya.

Dalam berdiskusi, kita hanya boleh membahas hal-hal yang telah Allah
perbolehkan untuk mendiskusikannya, dan menjauhi perkara yang telah
dilarang atau dimakruhkan untuk mendiskusikannya. Termasuk perkara
ini adalah mendebat Allah dan ayat-ayat-Nya.

“dan mereka berbantah-bantahan tentang Allah, dan Dia-lah Tuhan
Yang Maha keras siksa-Nya.”(QS ar-Ra’du [13]: 13

ADAB MENOLAK / TIDAK SETUJU :

1. Ikhlas & menghindari sifat senang menjadi pusat perhatian
2. Menjauhi ingin tersohor & terkenal
3. Penolakan harus tetap menghormati & lembut serta tak meninggikan suara
4. Penolakan harus penuh dgn dalil & taujih
5. Menghindari terjadinya perdebatan sengit
6. Hendaknya dimulai dgn menyampaikan sisi benarnya lebih dulu sebelum mengomentari yang salah
7. Penolakan tak bertentangan dgn syariat
8. Hal yang dibicarakan hendaknya merupakan hal yang penting & dapat dilaksanakan & bukan sesuatu yang belum terjadi
9. Ketika menolak hendaknya dgn memperhatikan tingkat ilmu lawan bicara, tak berbicara di luar kemampuan lawan bicara yang dikuatirkan menjadi fitnah bagi diri & agamanya
10. Saat menolak hendaknya menjaga hati dlm keadaan bersih, & menghindari kebencian serta penyakit hati.

No comments:

Post a Comment